Rabu, 25 Januari 2012

Surat Untuk Dewi Lestari




Surat Untuk Dewi Dee Lestari


Dear Mba Dee....
Apa kabar, Mba? Semoga saja sehat selalu ya Mba....
Apa kabar juga buah hatinya? Salam sayang buat Keenan dari Saya (Hi hi... Pasti Keenan bingung. Siapa sih ni orang? Berani-beraninya kirim salam sayang. Hehe...)
Jujur nih, Mba.. Saya pernah berharap bisa ketemu Mba Dee. Bukan buat foto atau sekadar minta tanda tangan kayak orang yang tergila-gila pada pujaannya. Tapi buat minta izin memegang ubun-ubun dan jemari Mba Dee, lalu menyerap sebagian kepiawaian Mba Dee dalam mengolah kata juga berimajinasi. Ha ha.. lancang sekali Saya...
Mba Dee, gimana sih cara dan prosesnya Mba Dee nemu inspirasi dalam tiap tulisan Mba yang uniq-uniq itu? Apa Mba Dee membaca mantra aneh seperti yang dibaca Bodhi? Atau jangan-jangan.... Mba Dee memang berguru pada seorang suhu? (Hehe..)
Saya pernah baca cerpen Mba Dee, Guruji, awalnya Saya mikir, apaan sih ‘guruji’ itu? Eh.. ternyata saat membaca, Saya serasa kedunia ‘Akar’ kembali. Keren....
Hal yang juga salut pada Mba Dee adalah konsistensi Mba Dee pada dunia kepenulisan dan sastra. Belum cukup uang Saya untuk beli novel Mba Dee ‘Recto Verso’, eh tau-tau sudah nongol ‘Perahu Kertas’. Sekarang ada ‘Madre’ pula. Saya jadi benar-benar ingin menjadikan Mba Dee ‘guruji’, agar Saya bisa menimba ilmu kepenulisan dari Mba Dee. Tapi... apa Mba Dee mau menerima murid ‘bulukan’seperti Saya? Yang tulisannya hanya beberapa kali dimuat dan hanya menang juara harapan (Hiks... Please Mba Dee, terimalah Saya... )
Pabila Mba Dee tidak sudi, tak mengapa lah... Tapi, beritahu kiatnya donk Mba, biar Saya bisa berimajinasi dan menulis selancar Mba Dee. Soalnya kadang Saya sering mandeq alias buntu. Ide sih ada aja. Mood juga gak masalah. Tapi entah kenapa kadang pake nyasar kemanaaaa gitu..
Sejujurnya novel-novel Mba Dee yang Saya baca itu adalah pinjeman dari teman Saya yang ‘berduit’, atau dari perpustakaan. Dari semua Supernova yang pernah Saya baca, Saya lebih senang edisi “Akar”. Entah mengapa? Kalau “Recto Verso” Saya pinjam dari teman Saya. Itu pun baru Saya baca sebagian. Saya membaca “Recto Verso” untuk lagu “Firasat”, soalnya Saya senang banget lagu itu. Saya sampai nangis. Lagunya aja udah nyentuh. Pake baca cerpennya pula... duuuh.. 
Mba Dee, Saya punya saran buat tulisan-tulisan Mba selanjutnya. Yang Saya tau Mba Dee berdarah Batak, benar gak Mba? Nah.. Saya pengeeen banget membaca karya Mba Dee yang ada unsur budaya Batak-nya. Soalnya (menurut Saya nih Mba..) sepertinya jarang karya sastra yang berkisah tentang budaya Batak, (mungkin ada tapi Saya aja yang kuper ya, hehehe..).  Kalau Mba berkenan Saya berusaha untuk menjadi pembaca pertamanya kelak. Tapi bila tidak, ya tak apa-apa... (He he...)
Hmm... kayaknya surat Saya ini sudah kepanjangan ya? He he.. Duuh.. pengennya sih menanyakan dan cerita lebih banyak hal lagi. Tapi, apa Mba Dee gak bosan ya membacanya? Hihi..
Jadi, sebaiknya Saya sudahi aja deh surat Saya ini. Semoga Mba Dee berkenan membalas dan membagi ilmunya pada Saya (Amin.. Oh Tuhan kabulkanlah.. )Sementara itu mungkin Saya akan mencoba berguru pada imajinasi sembari menanti balasan dari Mba Dee.

Salam


Dari : Khoiriyyah Azzahro
Untuk Mizan.com www.mizan.com

Selasa, 24 Januari 2012

Kau Berdiri Pada Dua Kakimu


 Karya : Khoiriyyah Azzzahro


Engkau berdiri pada dua kakimu
Yang menjulang
Menapaki jalan berdiri
Melalui sgala yang ada di depanmu

Engkau berdiri pada dua kakimu
Yang terkadang Kau bawa berlari
Sembari memeluk duka
Yang tersirat dalam wajah
Dan menggenggam suka
Yang tergambar pada senyum

Sementara aku….
Menatap iri penuh cenburu pada dua kakimu yang hingga kini masih
Kukagumi
Dan aku tak mengerti
Pada ribuan katamu
yang terlontar

Kau seakan terpana
Padahal rapuhnya diriku
Tak dapat sepertimu

Kau takjub
Padahal tandusnya hatiku
Tak dapat sirami jiwa

Dan kadang semua menjadi lucu
Kala kukagumi dua kakimu
Dan kau takjubi lumpurnya diriku

Kau masih berdiri pada dua kakimu
Kala kau lihat puing-puing
Jiwaku tercecerr di taman bunga bakung…
Menyisakan heran di bola matamu

Lalu kau coba berlari meraih tangan lemahku
Yang tlah lelah menggapai
Ribuan wujud diri

Engkau berdiri pada dua kakimu
Yang masih kukagumi
Tolong…
Biarkan ku kumpulkan puing-puing itu
Meski sendiri
Aku pun ingin dapat
Berdiri pada dua kakiku
Sepertimu….

Samarinda,26-27 Agt ‘03

Mengingat dua kakimu
Yang terbiasa berlari mencariNya
“  Sungguh bagiku Kau seperti Abu Dzar yang berlari mengejarNya saat merinduiNya. Sungguh aku ingin sepertimu”

Telah dimuat pada Buku Antologi Kalimantan Timur dalam Sastra, 
Editor Korrie Layun Rampan, 2011