Minggu, 24 April 2016

Review 7 (Tujuh) Misi Rahasia Sophie

Tujuh Misi Kemanusiaan dan Sosial ala Sophie


Sophie dan Marko tinggal di lingkungan apartemen kelas menengah. Mereka telah lama bersahabat dan bertetangga. Kini ketika telah remaja, mereka bersekolah di SMU yang sama. Suatu hari, Sophie mengajak Marko untuk membantunya dalam melaksanakan tujuh misi rahassianya. Meski awalnya enggan, Marko akhirnya mau menurut setiap kehendak Sophie menuntaskan misi rahasianya.
Maka, mulailah Marko mereka setiap kegiatan misi Sophie. Mulai dari aksi memberi kejutan berupa nasi bungkus kepada para pekerja pinggiran seperti tukang sampah dan tukang sapu jalan, menghibur Oma-nya Imel dan para lansia lain di panti jompo, menyelenggarakan konser tunggal sederhana untuk Bian yang mulai mengalami kebutaan, memberi kursi roda cuma-cuma kepada pedagang kopi keliling, menghilangkan pobhia Marko terhadap balon, dan menjodohkan Marko dengan Imel.
Hanya satu misi tersisa. Namun Marko sudah tak sabar mengetahui apa maksud di balik semua misi rahasia Sophie. Terlebih lagi, Marko merasa kesal karena pada misi ke-enam, secara nyata Sophie menjadikan Marko sebagai objek ‘percomblangan’. Kekesalan Marko membuat Ia pergi menjauhi Sophie. Hingga dalam perenungannya, Marko menyadari sikap kekanakannya dan kembali menemui Sophie. Sayangnya, Marko telah telambat. Sophie pergi selamanya meninggalkan teka-teki misinya.

cover versi pdf

Judul : 7 Misi Rahasia Sophie
Kategori : Novel Young Adult –Remaja
Penulis : Aditia Yudis
Penerbit : Gagas Media
Tahun Terbit : 2014
Tebal : iv + 212 halaman (versi cetak) 
ISBN : 979-780-690-1
Harga : Sekitar Rp 39.000


Saya membaca novel ini melalui smartphone dengan format pdf.  Sehingga Saya tak tahu bagaimanakah kualitas cetakan, kertas dan layout novel ini sebenarnya. Pernah saya coba untuk mencari novel ini di toko buku di kota Banjarmasin, namun tidak jua ketemu.
Sebelum novel Tujuh Misi Rahasia Sophie ini, jujur Saya tak pernah mengenal nama Aditia Yudis sebagai penulis fiksi mau pun non-fiksi. Setelah novel ini ramai dibicarakan di sosial media hingga kemudian difilmkan, barulah Saya penasaran. Jadi, bisa dibilang ini adalah novel pertama Aditia Yudis yang Saya baca. Kabarnya, penulis yang satu ini juga sudah menerbitkan buku fiksi lainnya.
Novel ini dapat dikategorikan young adult disebabkan tokohnya yang masih berusia abege dan masih bersekolah di SMU. Menggunakan alur maju dan mampu menjabarkan konflik dalam keluarga Sophie diantara kisah tujuh misi yang sedang Sophie jalankan. Termasuk konflik dalam keluarga Marko sendiri -yang meski tak banyak dikisahkan- hingga Marko yang tiba-tiba mengalami sedikit ‘crush’ kepada Sophie hingga bingung dengan perasaannya sendiri, dan akhirnya sikap ‘ngambek’nya pada Sophie, membuat novel ini terasa hidup. Karena, jujur sejak bab kelima, bagi Saya novel ini jadi mulai membosankan tanpa konflik yang jelas dan hanya berupa penjabaran satu persatu misi Sophie.
Rasa bosan itu juga disebabkan betapa singkat atau pendeknya kisah dalam tiap fragmen. Dan ada sedikit kekakuan penulis dalam menjabarkan peristiwa demi peristiwa (event) yang terjadi. Padahal penulis sudah menggunakan sudut pandang yang tepat, yaitu orang ketiga tunggal. Seharusnya dengan penggunaan sudut pandang ini, penulis bisa leluasa memasuki wilayah tokoh mana pun dan mampu menggambarkan tiap detil peristiwa.
Meski demikian, Saya akui, novel Tujuh Misi Rahasia Sophie ini memang bukan novel remaja (teenlit) picisan. Banyak misi (baca : pesan ) yang diselipkan oleh sang penulis di dalamnya. Salah satunya adalah bahwa di masa kini, sudah bukan jamannya lagi anak remaja atau abege hanya mementingkan diri sendiri. Bukan jamannya lagi remaja berhura-hura hingga melewati batas, atau sebaliknya hanya bisa meratapi kegalauan dan kesedihannya sendiri. Remaja masa kini harus berbuat sesuatu untuk lingkungan dan orang lain di sekitarnya, berempati pada penderitaan orang lain, dan mengenyahkan egoisme diri sendiri. Karena masih amat banyak orang di dunia ini yang tak seberuntung diri kita. Syukurilah takdirmu, wahai remaja! Sepahit apa pun itu.
Oya, novel ini sudah difilmkan. dibintangi oleh Alisia Rinita dan Stefan William. Awalnya saya kira pemeran Sophie adalah Chelsea Islan, ternyata saya salah lihat.
Dan untuk sebagai novel young adult, novel ini saya beri tiga bintang.

Sabtu, 09 April 2016

Lord of The Rings 1 Sembilan Pembawa Cincin

Awal Petualangan Frodo



Ketika Bilbo Baggin mewariskan cincin ‘sakti’-nya yang pernah ia peroleh dari hasil mengelabui Smeagol alias Gollum di masa lalu (Baca Seri Lord of The Ring perdana : The Hobbit, JRR Tolkien), di hari ultah Bilbo ‘tua’ Baggins, Frodo tak pernah berpikir bahwa mewarisi berarti mengemban amanah yang besar. Frodo baru menyadari betapa besar, sulit dan berbahayanya amanah tersebut ketika ia harus meninggalkan Bag End-Shire, kampung tempat rumah kecilnya yang hangat di bawah bukit menuju Rivendell, hingga ke tujuan akhirnya, yaitu Bukit Mordor. Ia harus naik-turun gunung dan bukit, menghindari raksasa Troll, menghindari penunggang hitam yang misterius –meski akhirnya diketahui bahwa sang penunggang hitam adalah sahabat Gandalf yang baik hati dan cerdik, hingga merasakan kedinginan dan menahan kelaparan sepanjang perjalanan, hanya demi menghancurkan sebuah cincin yang menjadi pangkal bencana berbagai negeri.
Bersama delapan orang rombongan yang terdiri dari makhluk dengan jenis berbeda, yaitu manusia, kurcaci, peri dan hobbit, Frodo harus terus melalui perjalanan panjang yang penuh bahaya, tantangan sekaligus melelahkan. Ditambah lagi adanya musuh dalam selimut dalam rombongan yang menyertai dirinya.



                             Judul                : Lord Of The Rings –Sembilan Pembawa 
                                                    Cincin
                   Penulis             : J.R.R. Tolkien
                   Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama
                   Tahun Terbit : 2002
                   ISBN               : 978-979-22-8832-2
                   Harga              : sekitar Rp 300.000 (dibeli satu paket 
                                                  berisi empat buah buku pada tahun 
                                                 2012) (jadi satu buah sekitar Rp 70.000)

Ini adalah seri pertama dari seri Lord of The Rings dan merupakan buku kedua dari seri petualangan Bilbo Baggins- si hobbit. Petualangan di buku ini belumlah usai. Artinya, saya dan pembaca sekalian harus melanjutkan membaca seri Lord of The Rings kedua dan ketiga pabila ingin mengetahui kisah perjalanan petualangan Frodo Baggins ke Gunung Mordor.
Seperti di seri awal, kekuatan kisah Lord Of The Rings adalah penggambaran alam bebas yang sangat indah. Imajinasi pembaca dipenuhi oleh daratan yang megah seperti perbukitan yang indah, pegunungan yang penuh cadas dan terjal, lembah-lembah yang licin, hutan lebat yang teduh, hingga danau dan sungai yang beriak jernih atau berarus deras.
Penggambaran alam yang megah ini, sejak membaca seri pertama ‘The Hobbit’, sering membuat saya berkeyakinan bahwa penulisnya, JR.R. Tolkien mungkin saja seorang petualang dan pecinta alam. Bahkan mungkin saja ia adalah petualang sekelas Karl May.
Menurut Saya, penggambaran atau penjabaran (deskripsi) tokoh, tempat, situasi yang digunakan oleh  Tolkien lebih baik daripada JK Rowling atau Stephenie Meyer. Dua orang penulis yang terakhir Saya sebutkan adalah dua penulis novel luar negeri yang juga Saya senangi teknik penggambaran (deskripsi)nya. Namun Tolkien memberi nuansa baru dengan menyegarkan kembali ingatan Saya pada kegemaran lama Saya, menjelajahi hutan dan mendaki gunung.
Kekurangannya hanyalah pada masalah percetakan dari pihak penerbit saja. Sama seperti buku sebelumnya, The Hobbit, jarak spasi yang terlalu rapat, huruf yang terbilang kecil dan kualitas kertas yang terlalu mudah berubah warna dan lusuh, menjadi kendala bagi penglihatan. Tentu saja ini adalah pendapat saya pribadi. Pada akun Goodreads, Saya memberi peringkat lima bintang untuk buku ini.