Jumat, 26 Februari 2016

Review 17 Years of Love Song

Kenangan akan Persahabatan dan Kasih Sayang


Sebagai remaja kota, pindah ke kampung halaman ibu di Jawa Barat, bukanlah hal yang menyenangkan bagi Leo. Pergi sekolah sendiri dengan mengendarai sepeda, menerima tatapan aneh dari kawwan-kawan sekolah, hingga menjalani rasa bosan karena tak ada klab olahraga baseball yang menjadi kegemarannya, adalah hal-hal yang harus Leo jalani dengan berat hati. Hingga suatu hari, seorang gadis berkursi roda yang gemar menikmati kesendiriannya di lapangan belakang sekolah berhasil membuat hari-hari Leo menjadi lebih berwarna. Nana, nama gadis itu, menjadi penyemangat hidup atas kekecewaan dan kesedihan Leo selama ini.
Namun, persahabatan mereka tidaklah berjalan mulus. Entah mengapa ibu Leo melarang Nana bergaul dengan anaknya. Sementara orangtua Nana juga terlanjur kecewa atas sikap Leo yang dianggap lancang karena telah membawa anak mereka jalan-jalan ke pantai. Perpisahan Leo dan Nana pun tak terelakan. Hidup Nana menjadi penuh kepedihan terutama setelah kecelakaan yang menewaskan kedua orangtuanya.

 


Judul           : 17 Years of Love Song
Kategori      : Novel – fiksi
Penulis         : Orizuka
Penerbit       : Puspa Storia, Grup Puspa Swara, anggota IKAPI
Tahun terbit : 2008
ISBN          : 978 979 1481 82 3
Tebal           : vi + 206
Harga          : Rp 5000 ( pada Kegiatan Book Fair Kalimantan Selatan 2015)

Ini adalah novel karya Orizuka pertama yang saya baca dan saya miliki. Cukup mengejutkan juga karena diterbitkan oleh penerbit yang kurang familiar bagi saya. Tapi meski demikian, secara kualitas dan kuantitas percetakannya, jenis kertasnya, hingga penampilan sampulnya tidaklah jelek.
Orizuka bernama asli Okke Rizka Septiana yang saya tahu adalah seorang penulis novel remaja bergenre teenlit dan chicklit. Salah satu karyanya, Summer Breeze, telah difilmkan. Profil Orizuka pernah saya baca di salah satu majalah remaja.
Dalam novel 17 Years of Love Song ini, Orizuka sebagai penulis menggunakan alur maju-mundur-maju. Tokoh Leo yang telah berusia 30an dikisahkan sedang mengenang masa 17 tahun yang lalu, kala awal pertemuan dengan Nana. Mereka bersahabat, terpisah, berjumpa kembali lalu merajut bahtera rumah tangga bersama. Mungkin ini sebabnya dalam kata pengantarnya penulis mengatakan bahawa novelnya kali ini bergenre antara teenlit dan chicklit. Dalam kategori saya pribadi menyebutnya dari young adult menuju adult.
Kekuatan novel ini, menurut saya, adalah penggambaran watak, sikap dan perasaan tokoh yang kuat, hingga dari kisah yang sederhana ini, Orizuka mampu mengaduk emosi pembacanya hingga berurai air mata.
Namun, tetap saja, bagi pembaca yang kritis akan ada pertanyaan diakibatkan beberapa kejanggalan dalam kisah antara Leo dan Nana ini. Seperti, mengapa Nana tak punya keinginan untuk kuliah atau melanjutkan pendidikannya usai lulus SMU? Nana seakan terlalu larut dengan kesedihan berpisah dengan Leo padahal sebelumnya hidup Nana cukup ceria tanpa Leo. Mengapa tak satu pun warga yang mengetahui keberadaan Nana setelah kecelakaan itu? Bukankah warga kampung memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat? Lagipula bukankah polisi telah mengabari warga setempat tentang peristiwa kecelakaan tersebut.
Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan yang mungkin muncul setelah membaca novel ini. Tentu ini disebabkan singkatnya kisah yang disajikan. Namun demikian, novel ini mampu meraih tiga peringkat bintang dari saya pada akun goodreads.