Pohon-Pohon
Sesawi
Kisah Syahdu Hamba Abdi Tuhan
Judul :
Pohon-pohon Sesawi
Penulis :
Y.B. Mangunwijaya
Penerbit :
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tebal :
123 halaman
Harga :
Rp 10.000 buku diskon TB Gramedia Veteran Banjarmsin (Aslinya tak diketahui)
Termulakanlah....
Ini adalah buku
kedua karya Romo Mangunwijaya yang saya baca. Sebelumnya –enam tahun yang
lampau- Saya pernah membaca kumpulan cerpen beliau Rumah Bambu (terbitan KPG, tahun 2000). Meski pada pengantar di
belakang buku disebutkan bahwa ini adalah karya terakhir Romo Mangun, kenyataannya novel Pohon-pohon Sesawi ini
telah terbit sebelum kumpulan cerpen Rumah Bambu.
Tersebablah....
YB Mangunwijaya
adalah seorang Romo (pendeta) yang gemar menulis. Setidaknya itulah pendapat
saya tersebab cukup banyaknya karya tulis beliau baik berupa fiksi maupun non
fiksi yang telah beliau hasilkan. Tak heran bila karya-karya beliau selalu
penuh dengan nilai-nilai kebajikan dan selalu bernuansa reliji meski terbungkus
gaya yang sederhana, dramatik dan tak sedikit berbumbu humor. Hingga akhir
hayatnya, beliau telah menghasilkan sepuluh buku karya fiksi termasuk novel.
Tertorehlah....
Pada awalnya, Yunus
alias Rahadi tak begitu senang dengan nama pemberian orangtuanya. Meski pun ia
telah mendengar kisah heroik Nabi Yunus kala dilemparkan dari kapal hingga
masuk ke perut ikan, tetap saja ia menganggap sang Nabi Yunus adalah nabi
paling sinting meski pun juga paling simpatik. Untunglah ia diberi nama baptis
yang lebih keren (menurut Yunus) oleh pamannya, yaitu : Yohanes, sang
pembaptis.
Ibu Yunus,
sangat mengharapkan ia seperti Samuel, seorang nabi untuk kaum Israel yang
cukup ‘terpandang’ bagi pemeluk Kristiani tersebab namanya disebutkan sebanyak
134 kali dalam alkitab. Samuel adalah pemimpin yang demokratis, profesionalis
dan agamis. Namun kenyataannya Yunus hanyalah hamba biasa yang punya banyak
kekurangan.
Selanjutnya,
Yunus bercerita tentang pengalaman unik dan lucu sebagai seorang pendeta.
Tentang seorang frater bernama Gembong yang ditugasi membimbing legio ibu-ibu
(dalam pemahaman saya, legio ibu-ibu ini mungkin seperti majelis ta’lim ibu-ibu
muslimah yang dibimbing okeh seorang guru agama seperti ustadz atau ustadzah).
Salah satu peserta legio adalah wanita bertubuh besar bernama Aluisia
Kisminingsih. Wanita ini masihlah gadis alias perawan tanpa suami meski usianya
sudah tak remaja lagi. Tersebab perjumpaan yang intens dalam legio, sang frater
dan sang anggota majlis akhirnya saling jatuh cinta dan memutuskan untuk
menikah. Dilema pun terjadi. Mengingat sang wanita bertubuh ‘cukup’ besar
sementara sang frater termasuk bertubuh mungil, maka gosip tak sedap tak
terhindari tersiar keseantero majelis. Hingga akhirnya Romo Yunus berinisiatif
untuk memanggil langssung Alusia dan Gembong untuk diintrogasi. Namun pada
akhirnya cintalah yang menjadi pemenangnya. Tak peduli perbedaan fisik, status,
dan omongan orang, pernikahan tetap dilangsungkan.
Romo kemudian
bertutur tentang betapa anehnya orang yang merendahkan wanita namun tanpa sadar
tak dapat mengelak dari sikap mereka yang selalu membutuhkan wanita dalam
kehidupan sehari-harinya. Tentang ‘kekacauan’ lakon natal yang diperankan oleh
para suster muda, tentang menornya dandanan para wanita yang menghadiri misa di
gereja hanya karena gengsi dalam berpenampilan, tentang ide ‘konyol’ seorang
pastur agar dalam khotbah hendaklah menggunakan bahasa latin sebagai bahasa
asli injil diturunkan hanya agar terkesan ‘prestisius’ di mata umat (seperti
umat Islam dengan bahasa Arab-nya dan umat Hindu dengan Sansekertanya). Namun
ide ini justru terkesan aneh karena kenyataannya bahasa Latin tidaklah melulu
indah dipendengaran umat/jamaah Indonesia.
Terikhtisarlah...
Kata
‘Pohon sesawi’ memang asing bagi orang Indonesia, namun pohon ini ada
dikisahkan dalam injil. Dari pengetahuan saya yang amat minim tentang pohon
sesawi ini sendiri, saya menyimpulkan bahwa dalam novel singkat berjudul
‘Pohon-pohon sesawi’ ini, Romo Mangun agaknya hendak berbagi kisah masa
kecil-remaja hingga dewasa yang pernah beliau alami. Terutama tentang
pergulatan batin, keimanan, keagamaan yang beliau dapatkan.
Dalam
Novel Pohon-pohon Sesawi amatlah banyak nilai-nilai kebajikan tentang
kesabaran, ke-optimisan, kepasrahan dan keikhlasan dalam menjalani hidup. Novel
ini dituliskan dengan gaya humor yang apa adanya, menyentil, mencerahkan
pemikiran dan menambah kekayaan jiwa.
-selesai-