Review
17 Years of Love Song
Kenangan
akan Persahabatan dan Kasih Sayang
Sebagai remaja kota, pindah ke
kampung halaman ibu di Jawa Barat, bukanlah hal yang menyenangkan bagi Leo. Pergi
sekolah sendiri dengan mengendarai sepeda, menerima tatapan aneh dari
kawwan-kawan sekolah, hingga menjalani rasa bosan karena tak ada klab olahraga
baseball yang menjadi kegemarannya, adalah hal-hal yang harus Leo jalani dengan
berat hati. Hingga suatu hari, seorang gadis berkursi roda yang gemar menikmati
kesendiriannya di lapangan belakang sekolah berhasil membuat hari-hari Leo
menjadi lebih berwarna. Nana, nama gadis itu, menjadi penyemangat hidup atas
kekecewaan dan kesedihan Leo selama ini.
Namun, persahabatan mereka tidaklah
berjalan mulus. Entah mengapa ibu Leo melarang Nana bergaul dengan anaknya. Sementara
orangtua Nana juga terlanjur kecewa atas sikap Leo yang dianggap lancang karena
telah membawa anak mereka jalan-jalan ke pantai. Perpisahan Leo dan Nana pun
tak terelakan. Hidup Nana menjadi penuh kepedihan terutama setelah kecelakaan
yang menewaskan kedua orangtuanya.
Judul : 17 Years of Love Song
Kategori : Novel – fiksi
Penulis : Orizuka
Penerbit : Puspa Storia, Grup Puspa
Swara, anggota IKAPI
Tahun terbit : 2008
ISBN : 978 979 1481 82 3
Tebal : vi + 206
Harga : Rp 5000 ( pada Kegiatan
Book Fair Kalimantan Selatan 2015)
Ini adalah novel karya Orizuka
pertama yang saya baca dan saya miliki. Cukup mengejutkan juga karena
diterbitkan oleh penerbit yang kurang familiar bagi saya. Tapi meski demikian, secara
kualitas dan kuantitas percetakannya, jenis kertasnya, hingga penampilan
sampulnya tidaklah jelek.
Orizuka bernama asli Okke Rizka
Septiana yang saya tahu adalah seorang penulis novel remaja bergenre teenlit
dan chicklit. Salah satu karyanya, Summer
Breeze, telah difilmkan. Profil Orizuka pernah saya baca di salah satu
majalah remaja.
Dalam novel 17 Years of Love Song ini, Orizuka sebagai penulis menggunakan alur
maju-mundur-maju. Tokoh Leo yang telah berusia 30an dikisahkan sedang mengenang
masa 17 tahun yang lalu, kala awal pertemuan dengan Nana. Mereka bersahabat,
terpisah, berjumpa kembali lalu merajut bahtera rumah tangga bersama. Mungkin ini
sebabnya dalam kata pengantarnya penulis mengatakan bahawa novelnya kali ini
bergenre antara teenlit dan chicklit. Dalam kategori saya pribadi menyebutnya
dari young adult menuju adult.
Kekuatan novel ini, menurut saya,
adalah penggambaran watak, sikap dan perasaan tokoh yang kuat, hingga dari
kisah yang sederhana ini, Orizuka mampu mengaduk emosi pembacanya hingga
berurai air mata.
Namun, tetap saja, bagi pembaca
yang kritis akan ada pertanyaan diakibatkan beberapa kejanggalan dalam kisah
antara Leo dan Nana ini. Seperti, mengapa Nana tak punya keinginan untuk kuliah
atau melanjutkan pendidikannya usai lulus SMU? Nana seakan terlalu larut dengan
kesedihan berpisah dengan Leo padahal sebelumnya hidup Nana cukup ceria tanpa
Leo. Mengapa tak satu pun warga yang mengetahui keberadaan Nana setelah
kecelakaan itu? Bukankah warga kampung memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat? Lagipula
bukankah polisi telah mengabari warga setempat tentang peristiwa kecelakaan
tersebut.
Sebenarnya masih banyak lagi
pertanyaan yang mungkin muncul setelah membaca novel ini. Tentu ini disebabkan
singkatnya kisah yang disajikan. Namun demikian, novel ini mampu meraih tiga
peringkat bintang dari saya pada akun goodreads.