Oleh : Khoiriyyah Azzahro
Dalam sejarah yang selalu berulang, kaum muda senantiasa memiliki peran
yang tak sedikit dalam perjalanan negri ini. Diawali pada tahun 1908, seorang
Wahidin Sudirohusodo yang bercita-cita luhur untuk memajukan dan meningkatkan
derajat bangsa, lahirlah organisasi Budi
Utomo. Perkumpulan yang pada awalnya tidak ingin melibatkan diri pada
bidang politik ini, telah membuktikan bahwa negri ini dapat bangkit maju dari
keterpurukan karena kebodohan dan penjajahan oleh bangsa asing, melalui upaya
kaum mudanya.
Pada era kemerdekaan, kembali kaum muda bangkit bergerak kala semangat
nasionalisme negri ini tergerus kediktatoran pemimpinnya. Kaum muda tampil
sebagai Tentara Pelajar (1945) dan Laskar Arief Rahman Hakim (1966) dan
menumbangkan rezim yang berkuasa saat itu.
Namun, yang patut disayangkan adalah kala para senior yang terhormat
angkatan ’66 tersebut terjebak pada tawaran-tawaran politik para penguasa yang
disodorkan kepada mereka saat itu. Hingga lambat laun pergerakan mereka
tergerus hingga ‘mati suri’. Kebisuan bagai penyakit yang menulari kalangan
kaum muda kala itu. Karena mereka memang ‘dibisukan’ oleh pihak-pihak yang
mendukung rezim.
Padahal Bennedict Anderson telah menyatakan bahwa revolusi pemuda telah
lama menjadi watak khas dan arah revolusi di Indonesia. Ini karena proses
revolusi di Indoesia telah diawali oleh kesadaran para kaum mudanya. Sejalan
dengan Anderson, Ortega Y Gasset bahkan
mempercayai kaum muda sebagai agen perubahan (agent of change) dalam setiap perjalanan kehidupan di dunia
termasuk di Indonesia.
Pergerakan kaum muda Indonesia
perlahan bangkit kembali tatkala negri ini terlalu lama digerogoti korupsi,
kolusi dan nepotisme serta hegemoni pihak asing yang memberangus kemandirian serta
menyisakan krisis di berbagai bidang pada 1997. Dan lahirlah era reformasi,
sebuah zaman dengan terminology baru
yang diperkenalkan kaum muda kepada bangsa Indonesia saat itu.
Pergerakan inilah yang menjadi awal kebangkitan baru bagi kaum muda dan negri
yang terbungkam selama 32 tahun. Pergerakan inilah yang berhasil menghancurkan blunder
terbesar yang dilakukan pemimpin bangsa saat itu. Pergerakan yang memberi
semangat baru bagi bangsa ini untuk kembali menatap masa depan dengan optimis
di tengah-tengah krisis global yang melanda serta menjadi penyuluh baru bagi
gulitanya negeri yang didera hilangnya wibawa.
Sejatinya, kaum muda Indonesia
telah berhasil membuktikan eksistensi diri dalam mengawal bangsa ini secara
perlahan menuju gerbang revolusi. Meski pada kenyataannya keberhasilan selalu
diiringi oleh kewajiban memaknai, menghargai dan mengisinya dengan terus
melakukan ajang komtemplasi dan introspeksi diri demi memperbaiki kelemahan dan
kekurangan, menguatkan basis, mempertajam intelektualitas dan wawasan kebangsaan
sebagai evaluasi kebangkitannya.
Kecanggungann format pergerakan, hilangnya orientasi politik, rapuhnya
basis perjuangan hingga terjebak pada perdebatan yang berlarut-larut atas
perbedaan cara pandang, bahkan kelemahan mental, adalah beberapa pe-er (pekerjaan rumah) internal yang
lambat laun dapat menghambat bahkan mematikan semangat kaum muda di masa kini.
Semua ini adalah ujian demi bangkitnya kembali semangat berkebangsaan dan
berjuang bagi kaum muda negri ini. Dan tantangan bagi eksistensi peran dan
tugas kaum muda negeri ini, utamanya dalam mengawal reformasi dan revolusi yang
masih terus berjalan di negeri ini.
Maka… Akankah kaum muda Indonesia
mampu tampil kembali menjadi agen perubah?
Bukankah sejarah telah berkata, bahwa hanya kaum muda-lah yang mampu
menggerakkan negri ini ke masa depan yang lebih baik. Dan bangsa ini takkan
bertahan tanpa campurtangan mereka. Maka kebangkitan nasional yang digawangi
oleh kaum muda adalah sebuah keniscayaan. Dan seluruh rakyat Indonesia kini
sedang menanti kebangkitan tersebut.
Siapkah dan sanggupkah kita mengulang kembali sejarah bangsa ini?
Wallahua’lam
Penulis adalah
pemerhati sosial dan kesastraan