Rabu, 30 September 2015

Pohon-Pohon Sesawi

Pohon-Pohon Sesawi

Kisah Syahdu Hamba Abdi Tuhan






Judul               : Pohon-pohon Sesawi
Penulis             : Y.B. Mangunwijaya
Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tebal               : 123 halaman
Harga              : Rp 10.000 buku diskon TB Gramedia Veteran Banjarmsin (Aslinya tak diketahui)

Termulakanlah....
Ini adalah buku kedua karya Romo Mangunwijaya yang saya baca. Sebelumnya –enam tahun yang lampau- Saya pernah membaca kumpulan cerpen beliau Rumah Bambu (terbitan KPG, tahun 2000). Meski pada pengantar di belakang buku disebutkan bahwa ini adalah karya terakhir Romo Mangun,  kenyataannya novel Pohon-pohon Sesawi ini telah terbit sebelum kumpulan cerpen Rumah Bambu.
Tersebablah....
YB Mangunwijaya adalah seorang Romo (pendeta) yang gemar menulis. Setidaknya itulah pendapat saya tersebab cukup banyaknya karya tulis beliau baik berupa fiksi maupun non fiksi yang telah beliau hasilkan. Tak heran bila karya-karya beliau selalu penuh dengan nilai-nilai kebajikan dan selalu bernuansa reliji meski terbungkus gaya yang sederhana, dramatik dan tak sedikit berbumbu humor. Hingga akhir hayatnya, beliau telah menghasilkan sepuluh buku karya fiksi termasuk novel.
Tertorehlah....
Pada awalnya, Yunus alias Rahadi tak begitu senang dengan nama pemberian orangtuanya. Meski pun ia telah mendengar kisah heroik Nabi Yunus kala dilemparkan dari kapal hingga masuk ke perut ikan, tetap saja ia menganggap sang Nabi Yunus adalah nabi paling sinting meski pun juga paling simpatik. Untunglah ia diberi nama baptis yang lebih keren (menurut Yunus) oleh pamannya, yaitu : Yohanes, sang pembaptis.
Ibu Yunus, sangat mengharapkan ia seperti Samuel, seorang nabi untuk kaum Israel yang cukup ‘terpandang’ bagi pemeluk Kristiani tersebab namanya disebutkan sebanyak 134 kali dalam alkitab. Samuel adalah pemimpin yang demokratis, profesionalis dan agamis. Namun kenyataannya Yunus hanyalah hamba biasa yang punya banyak kekurangan.
Selanjutnya, Yunus bercerita tentang pengalaman unik dan lucu sebagai seorang pendeta. Tentang seorang frater bernama Gembong yang ditugasi membimbing legio ibu-ibu (dalam pemahaman saya, legio ibu-ibu ini mungkin seperti majelis ta’lim ibu-ibu muslimah yang dibimbing okeh seorang guru agama seperti ustadz atau ustadzah). Salah satu peserta legio adalah wanita bertubuh besar bernama Aluisia Kisminingsih. Wanita ini masihlah gadis alias perawan tanpa suami meski usianya sudah tak remaja lagi. Tersebab perjumpaan yang intens dalam legio, sang frater dan sang anggota majlis akhirnya saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Dilema pun terjadi. Mengingat sang wanita bertubuh ‘cukup’ besar sementara sang frater termasuk bertubuh mungil, maka gosip tak sedap tak terhindari tersiar keseantero majelis. Hingga akhirnya Romo Yunus berinisiatif untuk memanggil langssung Alusia dan Gembong untuk diintrogasi. Namun pada akhirnya cintalah yang menjadi pemenangnya. Tak peduli perbedaan fisik, status, dan omongan orang, pernikahan tetap dilangsungkan.
Romo kemudian bertutur tentang betapa anehnya orang yang merendahkan wanita namun tanpa sadar tak dapat mengelak dari sikap mereka yang selalu membutuhkan wanita dalam kehidupan sehari-harinya. Tentang ‘kekacauan’ lakon natal yang diperankan oleh para suster muda, tentang menornya dandanan para wanita yang menghadiri misa di gereja hanya karena gengsi dalam berpenampilan, tentang ide ‘konyol’ seorang pastur agar dalam khotbah hendaklah menggunakan bahasa latin sebagai bahasa asli injil diturunkan hanya agar terkesan ‘prestisius’ di mata umat (seperti umat Islam dengan bahasa Arab-nya dan umat Hindu dengan Sansekertanya). Namun ide ini justru terkesan aneh karena kenyataannya bahasa Latin tidaklah melulu indah dipendengaran umat/jamaah Indonesia.

Terikhtisarlah...
Kata ‘Pohon sesawi’ memang asing bagi orang Indonesia, namun pohon ini ada dikisahkan dalam injil. Dari pengetahuan saya yang amat minim tentang pohon sesawi ini sendiri, saya menyimpulkan bahwa dalam novel singkat berjudul ‘Pohon-pohon sesawi’ ini, Romo Mangun agaknya hendak berbagi kisah masa kecil-remaja hingga dewasa yang pernah beliau alami. Terutama tentang pergulatan batin, keimanan, keagamaan yang beliau dapatkan.
Dalam Novel Pohon-pohon Sesawi amatlah banyak nilai-nilai kebajikan tentang kesabaran, ke-optimisan, kepasrahan dan keikhlasan dalam menjalani hidup. Novel ini dituliskan dengan gaya humor yang apa adanya, menyentil, mencerahkan pemikiran dan menambah kekayaan jiwa.


-selesai-

The Last Window Giraffe

The Last Window Giraffe
Sang Diktator dalam Kamus Sejarah Hongaria




Judul               :The Last Window Giraffe- Hari-Hari Terakhir Sang Diktator
Penulis             : Peter Zilahy
Penerbit           : Penerbit Bentang-Lini Bentang Pustaka
Tebal               : vii + 186 halaman
Harga              : Rp 30.000

Termulakanlah....
Informasi singkat tentang buku ini pernah saya dapatkan pada majalah Matabaca terbitan PT Gramedia (kini majalah ini sudah ‘Tamat’). Disebutkan bahwa buku ini bagai sebuah ensiklopedi yang memberi informasi (baca bercerita) tentang peristiwa demonstrasi besar di Belgrade- Hongaria.
Sebagai orang yang belum banyak mengenal Belgrade apalagi negara Hongaria (atau Hungaria?), tak ayal kata ‘diktator’ pada sampul buku ini menerbitkan rasa penasaran Saya.

Tersebablah....
Novel ini ternyata telah meraih penghargaan ‘Book of Year Prize Ukraina’ pada tahun 2003. Dan telah pula diterjemahkan  ke dalam 19 bahasa. Sang penulis, Peter Zilahy adalah sastrawan muda serba bisa. Ia tak hanya piawai menulis prosa, namun juga puisi. Selain itu ia juga merupakan fotografer handal yang juga jago bermain teater. Tak heran buku ini penuh dengan gambar dan foto yang unik dan menarik, meski tak satu pun ada keterangan mengenai pemilik, fotografer foto atau pelukis yang menyumbangkan gambar-gambar dalam buku ini.

Tertorehlah....
November 1996, rakyat turun ke jalan-jalan. Kekecewaan akan penguasa Yugoslavia yang memanupulasi hasil pemilu merupakan pemicunya. Sekejap saja sudah terjadi kekacauan di mana-mana. Chaos menjadi hal yang tak terelakkan. Rakyat berharap Sang Diktator, Slobodan Milosevic, turun dari tahtanya.
Polisi anti huru-hara, militer, wartawan, hingga anak-anak dan perempuan ‘teraduk-aduk’ dalam pusaran demonstrasi yang digawangi oleh kaum muda dan mahasiswa. Kastil Belgrade yang pernah menjadi salah satu rampasan kekasairan Ottoman Turki menjadi tempat ‘favorit’ rakyat yang ingin menyaksikan demonstrasi dari ketinggian. Peter pergi menuju Belgrade dengan kereta api ekspress meski tahu kondisi di Belgrade sedang tidak kondusif. Dan setibanya di Belgrade, Peter terlibat demonstrasi yang brutal dan anarki.

Terikhtisarlah....
Peter berkisah tentang penderitaan rakyat akibat ulah diktator tanpa satu pun kata bernada ratapan. Pada kenyataannya, dalam buku ini Peter lebih banyak bercerita tentang negeri indah yang terkotori oleh tangan-tangan penguasa lalim. Bahwa demonstrasi dan penggulingan tahta kekuasaan bukanlah akhir dari segalanya. Bahwa sejarah yang terukir pada saat itu hanyalah pengulangan dari sejarah kelam Belgrade dan Yugoslavia di masa lalu. Lewat kisah bangsa Magyar, Rusia, Mongolia, hingga Turki, Spanyol dan sejarah-sejarah bangsa Eurasia lainnya, Peter mengajak pembacanya untuk merenungi besarnya kerugian akibat chaos, demonstrasi dan kerusuhan besar-besaran, karena kekecewaan rakyat terhadap pemimpin yang lalim dan tak punya hati nurani. Diakhir kisah, Peter menyibak konspirasi di balik demonstasi yang telah terjadi. Bahwa Soros Foundation dan konspirasi internasional adalah dalang di balik semua kerusuhan yang ada.


-selesai-




Senin, 09 Maret 2015

Sunshine Becomes You
Tari, Musik, Persembahan Bagi Cinta





Judul                           : Sunshine Becomes You
Penulis                        : Ilana Tan
Penerbit                      : Gramedia
ISBN                         : tak diketahui (cari sendiri lewat google ya..)
Terbit asli tahun          : tak diketahui
Harga di Pasaran        : tak diketahui

Termulakanlah...
Buku ini menjadi salah satu pilihan bagi para pencinta teenlit atau chicklit. Meski demikian, karya Ilana Tan, tetap terasa spesial bagi Saya, seperti karya-karya penulis sebelumnya (yaitu serial empat musim). Dengan tebal 426 halaman, buku ini berhasil Saya selesaikan dalam waktu enam hari. Cukup lama, karena -seperti biasa- Saya selalu membaca dua, tiga (bahkan kadang hingga lima) buku dalam waktu bersamaan.
Buku ini Saya dapatkan dengan mengunduh melalui aplikasi Scribd pada tablet Saya. Artinya, Saya tak memiliki edisi cetaknya. Tentu saja, buku ini Saya dapatkan tanpa harus membayar tunai (Irit euyy.. Hehe..)

Tersebablah....
Setelah pada serial empat musim, Ilana Tan mengajak pembacanya 'mengunjungi' Asia Timur (Tokyo dan Seuol) dan Eropa Barat (London dan Paris), kali ini Ilana Tan mengisahkan penduduk asia yang bermukim di negeri Paman Sam, Amerika. Tepatnya di Kota New York. Sayangnya, tak seperti serial empat musim, pada Sunshine Becomes You (selanjutnya disingkat 'SBY'), Ilana Tan tak banyak dan tak detail dalam mendeskipsikan latar, situasi, keadaan bahkan pemandangan Amerika dalam ceritanya.
Ilana Tan memang penulis yang cukup misterius. di setiap akhir halaman karyanya tak pernah ada biodata tentang dirinya. Apalagi selembar foto yang mewakili sosoknya. Ia tak memiliki akun sosial media apa pun. (Berhati-hatilah bila ada yang mengaku bernama akun 'Ilana Tan'. Siapa pun ia, pastilah bukan Ilana Tan yang asli) Padahal karya teenlit/chicklitnya telah tersebar dan banyak disukai pembaca. Sebab itulah, banyak yang menduga bahwa 'Ilana Tan' bukanlah nama asli penulis ini. Ada pula yang menduga bahwa Ilana Tan berpindah-pindah tempat tinggal sesuai dengan latar kisahnya yang selalu berbeda.
Sepengetahuan Saya, ada satu buku karya Ilana Tan setelah SBY ini. Semoga Saya segera dapat membacanya. Saya sendiri berharap semoga setelah ini akan ada karya Ilana Tan yang berlatar Afrika, Australia atau New Zealand. Semoga... (Mba -atau Mas- Ilana Tan, Saya akan setia menanti).
Seperti kalimat Saya di atas, SBY memang dikategorikan sebagai teenlit. Meskipun pada kenyataannya, semua tokoh di dalam novel ini bukanlah anak belasan tahun. Mungkin lebih tepat disebut chicklit, meskipun pada kenyataannya pula, kisah dalam novel ini bukanlah kisah yang melulu bahagia semata.
Namun, bagi para pencinta sastra serius, buku ini tentu tak akan dilirik (maaf ya Mba atau Mas Ilana..). Karena tak pernah ada intrik sosial, kemanusiaan, hukum apalagi politik pada novel ini. Novel ini ditujukan bagi para penggemar kisah-kisah cantik dan romantis (mungkin seperti era komik Mari-Chan atau Swan saat Saya masih kanak-kanak dahulu). Bahkan menurut Saya, serial Twilight yang penuh dengan bara cinta Isabella Swan dan Edward Cullen, atau novel young adult romance karya Windry Ramadhina atau Ruwi Meita (atau lainnya yang karyanya belum pernah Saya baca) masih kalah cantik dan romantisnya dengan novel ini.

Tertuturlah....
Suatu hari, Ken Hirano, seorang pianis terkenal berketurunan Jepang, mengunjungi studio tari tempat Ray Hirano -adik Ken- mengajar tari di New York. Kebetulan Mia Clark juga menjadi guru atau instruktur tari sebuah studio tersebut.. Mia telah lama mencintai tari, musik dan aktivitas menari sepenuh hatinya.
Saat Ken hendak menuju lantai atas melalui tangga, tanpa terduga Mia terjatuh dan menimpa Ken. Karena kejadian tersebut, tangan Ken terkilir dan tak dapat digerakkan untuk sementara waktu. Ken pun terpaksa menunda resital piano yang seharusnya diselenggarakkan dalam waktu dekat. Mengetahui hal itu, Mia merasa bersalah. Terlebih setelah mendengar bahwa tiket dan undangan telah tersebar. Keesokan harinya, Mia mengunjugi apartemen Ken Hirano dan menawarkan diri untuk menjadi 'tangan kiri' Ken selama Ken dalam masa penyembuhan.
Awalnya Ken tak suka dengan ide Mia tersebut karena ia terlanjur telah mengangggap Mia sebagai malaikat kegelapan dalam hidupnya. Namun akhirnya, terdorong oleh rasa kesal dan keinginan untuk membalas dendam, Ken pun menerima Mia sebagai pesuruhnya.
Sejak hari itu, pagi-pagi sekali Mia telah berada di apartemen Ken untuk membuatkan kopi, membereskan ruangan hingga memasakkan makanan. Entah mengapa sejak merasakan kopi racikan Mia, Ken merasa 'jatuh cinta' pada minuman tersebut.
Tak hanya Ken yang senang pada kopi buatan Mia, Karl, manajer Ken, dan Ray, adik Ken yang sebenarnya telah lama menyukai Mia, setelah pertama kali mencicipi, langsung turut 'jatuh cinta' pada kopi buatan Mia. Hal itu membuat Ken heran. Ken merasa penasaran, mengapakah setiap orang yang kenal dengan Mia, terutama lelaki, selalu saja segera berfikir Mia menyukai mereka. Hanya setelah Mia berjumpa dengan ibu Ken dan Ray –Mrs. Hirano- Ken mendapat pandangan lain. Mrs Hirano berkata pada Ken, bahwa sebenarnya Mia memperlakukan Ken lebih khusus dan berbeda dengan yang lainnya. Namun Ken tak sadar itu.
Ken akhirnya mengetahui bahwa sebenarnya Mia adalah lulusan sekolah tari terkenal dari tulisan pada jaket Mia. Ken pun akhirnya melihat sendiri indah dan lincahnya gerakan Mia saat menari. Dan entah mengapa tiba-tiba Ken mendapat inspirasi membuat lagu baru. Ia terlupa pada tangannya yang sakit begitu saja.
Di lain pihak, kakak Ken –Ray Hirano- telah lama menyukai Mia. Tanpa sadar, Ken merasa cemburu saat Ray bilang bahwa Ia telah mengundang Mia untuk makan malam berdua sembari menyatakan cintanya. Ken bahkan tetap memaksa Mia untuk tetap datang ke apartemennya usai makan malam dengan Ray. Padahal sesungguhnya Mia dan Ray tak jadi makan malam berdua karena Mia merasa tak enak badan. Hingga setelah Karl -yang tak sengaja- menemukan obat Mia di laci apartemen, Ken mulai bertanya-tanya apa sebenarnya penyakit yang diderita Mia.
Di sebuah acara pertunjukkan tari dari kelompok tari terkenal, tak sengaja Ken melihat Mia hampir pingsan di bangku taman. Ken pun semakin yakin bahwa Mia sedang tidak sehat. Akhirnya Mia pun menceritakan sakit jantung yang dideritanya sejak lama. Sejak saat itu, Ken tak dapat mengacuhkan Mia meski Mia selalu berusaha menghindarinya.
Bahkan meski pada akhirnya nyawa Mia tak tertolong lagi, Ken tetap mengenang Mia dalam lagu dan resital piano yang dipersembahkannya untuk Mia.

Terikhtisarlah...
Melalui SBY, Ilana Tan, lagi-lagi mampu menyuguhkan kisah romantis nan menyentuh hati tanpa harus mengumbar adegan-adegan ‘vulgar’. Persis seperti karya-karya Ilana Tan pada serial empat musim.
Kekurangan novel SBY menurut saya adalah karena plot cerita yang lebih kompleks namun diakhir-akhir kisah seakan-akan dipendekkan sehingga terasa ‘sesak’. Kekurangan lainnya adalah karena sepertinya Ilana Tan memaksakan diri untuk ‘memasuki’ pikiran dan perasaan para tokoh ‘pembantu’ seperti Mrs. Hirano, Karl hingga Paolo dan Eleanor. Padahal seharusnya, pikiran para tokoh ini cukup digambarkan lewat dialog saja. Sehingga tak perlu terkesan terlalu sering berlompat-lompat sudut pandang.
Meski demikian, menurut Saya, SBY menyisakan kesan yang jauh lebih mendalam dari pada serial empat musim. Tanpa harus mengumbar kisah happy ending, SBY memberi pesan besar bagi pembaca.
Pertama ; setipis apa pun harapan kita dalam hidup ini, yang mungkin dikarenakan olah keterbatasan-kemiskinan-penyakit yang diderita-, teruslah berjuang meraih mimpi dan cita-cita. Ini tergambar dari sosok Mia yang tak henti menari meski sepanjang hidupnya harus menderita karena penyakit yang dideritanya. Kedua ; karya dan kreativitas terkadang dapat hadir dari hal-hal yang tak terduga, bahkan dari hal yang pada awalnya kita pikir amat menyebalkan, menyakitkan, menyedihkan. Ini tergambar lewat sosok Ken yang pada awalnya sempat membenci Mia dan cedera tangan yang dialaminya. Namun akhirnya, justru dari Mia-lah Ken menemukan inspirasi hingga terciptalah lagu baru nan indah. Bahkan lagu ini mampu menyentuh hati banyak orang, termasuk dari orangtua angkat Mia sendiri. Dan resital piano yang Ken selenggarakan jauh lebih semarak dari perkiraan Ken sebelum berjumpa Mia.

-selesai-




Jumat, 06 Maret 2015



Twilight
Percintaan Sang Vampir Nan Memesona




                                         Versi Cetak                            Versi ebook pdf punya Saya



Judul               : Twilight
Penulis             : Stephenie Meyer
Penerbit           : Mizania (Lini Mizan Publishing)
Tebal               : 864 halaman (versi pdf kurang lebih 416 halaman)
Harga              : Rp 105.00 (unduh gratis dari internet)


Termulakanlah....
Sepertinya sudah amat terlambat Saya membaca serial ini. Kisah cinta vampir ini sudah mulai sunyi di obrolan para kutubuku dan pecinta film romansa. Namun, ijinkanlah Saya menuturkannya di sini. Sebab, memang baru di Bulan Februari ini Saya mampu menyelesaikannya setelah berhasil mengunduhnya dari internet.
Sebenarnya hampir dua tahun sebelumnya (2013) Saya sudah membaca seri kedua (New Moon) dan seri terakhir (Breaking Dawn) setelah berhasil mendapat pinjaman dari kenalan Saya (Terimakasih ya.. Sophie dan Mba Titi... Boleh dong buku-bukunya dipinjamkan ke Saya lagi. Hehe...). Mungkin terasa aneh karena Saya tak membaca secara urut.
Nama Stephenie Meyer sendiri sudah Saya kenal sejak tahun 2009 pada buku Teen Ink, Love and Relationship (terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2009). Buku tersebut merupakan kumpulan feature para remaja Amerika dengan Stepheni Meyer dan John Meyer sebagai editor.
Pada saat film Twilight membooming, jujur saja, Saya tak teramat antusias. Setelah menonton filmnya di salah satu stasiun televisi swasta, barulah Saya bertanya-tanya bagaimanakah kisah si gadis abege dan si vampir dalam bentuk novel (sastra).

Tertuturlah...
Bella (Isabella Swan) baru saja pindah dari Phoenix (di Arizona, USA) ke Forks (kota kecil yang dingin di ujung barat laut Washington, berbatasan dengan Kanada). Ayah dan ibunya telah lama berpisah. Sebelumnya Bella tinggal bersama ibunya (Renee). Meski Phoenix senantiasa cerah dan penuh sinar mentari, kenyataannya Bella dianugerahi kulit yang cerah. Di Forks, Bella akan tinggal bersama ayahnya (Charlie Swan) yang menjadi sheriff.
Pada awalnya, Bella mengira ia akan kesulitan menemukan teman di Forks, karena pada dasarnya ia tak pandai bergaul. Awal masuk SMU Forks, Bella berjumpa Eric (dalam versi filmnya, Eric berparas seperti remaja keturunan Asia Timur) yang menawarkan diri untuk menemani Bella mengenali gedung sekolah.
Meski berkenalan dengan beberapa murid, Bella tak mampu segera mengingat nama-nama mereka. Saat istirahat, Bella bersama teman-temannya ke kantin sekolah. Di sana, untuk pertama kalinya ia terpana melihat ‘keanggunan’, keindahan dan kesempurnaan tubuh serta paras anggota keluarga Cullen. Teman-teman baru Bella segera membeberkan informasi tentang keluarga ini. Saat jam biologi di laboratorium, Bella duduk bersebelahan dengan Edward. Heran dengan sikap dingin dan aneh Edward, Bella mencoba mencari info tentang hal ini. Mike yang ditanya mengatakan bahwa Edward memang aneh.
Hari selanjutnya, Bella semakin bingung, karena Edward tak ada pada jam biologi. Keesokan harinya Bella kembali berjumpa Edward dan merasa ada yang berbeda pada warna bola mata Edward. Saat Edward menatapnya, Bella berpikir Edward tak menyukainya. Namun setelah Edward memperkenalkan diri saat di kelas biologi, mereka pun menjadi dekat. Sejak itu Bella menemui keanehan demi keanehan pada Edward, salah satunya adalah refleks Edward yang berlebihan.
Di akhir minggu, Bella dan kawan-kawan berlibur ke pantai La Push. Di sana, ia berjumpa dengan Jacob Black (Jake) yang bercerita tentang legenda Suku Quilette, suku keluarga Jake. Termasuk tentang musuh bebuyutan suku ini, yaitu sang peminum darah yang berdarah dingin. Penasaran, Bella mencari tahu tentang ucapan Jake pada internet dan beberapa bahan bacaan. Bella menemukan kata ‘vampir’ dan ‘werewolf’ (serigala jadi-jadian). Dari sini, Bella semakin penasaran, apakah Edward adalah vampir.
Akhir minggu selanjutnya, Bella dan teman-temannya pergi ke kota terdekat untuk membeli gaun-gaun guna keperluan acara promnite. Malam hari mereka berjanji akan makan di sebuah restoran. Tapi, bukannya ke restoran, Bella malah berjalan-jalan ke sekitarnya, hingga bertemu dengan segerombolan pemuda berandalan. Para pemuda ini mengganggu bahkan mendesak Bella ke jalan buntu. Saat sedang frustasi di dera rasa takut, tiba-tiba Edward muncul dari sebuah mobil dan menyelamatkan Bella.
Bella merasa sangat aneh bagaimana Edward bisa mengetahui keberadaannya. Melupakan makan malam dengan teman-temannya yang sudah terlambat, akhirnya Edward mengajak Bella makan malam berdua di restoran. Saat itulah Edward membeberkan rahasia bahwa ia dapat membaca fikiran orang-orang di sekitarnya, terkecuali Bella. Edward mencoba membaca fikiran Bella tapi tak bisa. Hal itu membuat Edward frustasi.
Bella semakin tertarik. Ia bertanya, apabila Edward memang vampir, bagaimanakah cara tidurnya, bagaimana cara menghindari cahaya matahari, namun Bella tak bertanya soal makanan Edward meski sudah dipancing-pancing oleh Edward. Tentu saja, ini karena Bella sudah tahu –dari Jake- bahwa keluarga Edward hanya memangsa hewan.
Hari-hari selanjutnya, Bella melihat sendiri ‘pesona’ berkilaunya tubuh Edward kala tersorot cahaya matahari yang lembut, kecepatan gerak Edward saat melompat dari satu dahan ke dahan lain di hutan Forks, dan Edward menyatakan perasaannya pada Bella.
Edward juga mengajak Bella ke rumah keluarga Cullen dan memperkenalkannya dengan anggota keluarga Cullen. Bella tertegun pada keharmonisan dan keutuhan keluarga Cullen, meskipun mereka –pada kenyataannya- adalah vampir. Keluarga Cullen mengajak Bella untuk bermain baseball di hari Minggu selanjutnya, dan Bella menyanggupinya.
Rupanya keluarga Cullen gemar bermain baseball kala hari sedang hujan lebat dan berguntur. Pukulan mereka saat melakukan ‘strike’ terdengar menggelegar, itulah sebabnya sebelum mengayunkan tongkat pemukul, mereka harus menunggu kilat menyambar di langit. Saat sedang asyik menikmati permainan, Alice Cullen, yang memiliki kemampuan melihat kejadian di masa depan, mengatakan bahwa ada kawanan vampir lain yang mendatangi mereka. Tak beberapa lama, hal itu mewujud. Satu vampir wanita bernama Victoria dan dua vampir lelaki bernama James dan Laurent mendarat di lapangan mereka. Dengan terang-terangan mereka mengaku ingin ‘mencicipi’ Bella. Namun Dr Cullen segera mengamankan Bella dengan menyuruh Edward dan Alice untuk membawa Bella pergi sejauhnya.
Mobil besar yang membawa Bella melaju sejauh-jauhnya. Bella mampir sebentar ke rumah hanya untuk mengambil beberapa pakaian seraya berpura-pura akan meninggalkan Forks dan pergi ke Phoenix ke rumah ibunya. James, sang vampir mengawasi sandiwara ini dari kejauhan. Selanjutnya Bella dibawa ke rumah keluarga Cullen. Masing-masing anggota keluarga diberi sepotong pakaian milik Bella, guna mengaburkan aroma Bella. Awalnya Rosalie tak suka ide ini. Namun setelah diyakinkan bahwa bukankah Bella kini telah menjadi anggota keluarga mereka, Rosalie pun terdiam.
Bella, Jasper dan Alice di tempatkan di sebuah penginapan yang jauh dari Forks. Sementara yang lain berusaha memancing Victoria, James dan Laurent menjauhi tempat keluarga Bella. Namun James yang begitu licik berhasil menemukan rekaman suara ibu Bella, memperdengarkannya di telepon yang diterima Alice. Ini membuat Bella resah akan keselamatan ibunya. Diam-diam saat Jasper dan Alice lengah, Bella pergi ke Phoenix. Namun betapa terkejutnya Bella saat telah berada di rumah ibunya, ternyata tak ada drama penyanderaan oleh James terhadap ibunya, seperti yang dia duga. Suara di telepon itu adalah rekaman yang didapat James dari koleksi video keluarga Bella.
Kini Bella terdesak, ia tak tahu harus lari ke mana dan bagaimana. Untuk menghambat lari Bella, James melemparkan sesuatu ke kepala Bella. Pusing dan terhuyung karena kepalanya yang berdarah, Bella pun terkapar di lantai. Maka dengan leluasa James dapat menggigit lengan Bella, mengisap darahnya. Untunglah sebelum racun vampir benar-benar bersatu dengan tubuh Bella, Edward, Alice dan Dr. Cullen segera tiba. Setelah melumpuhkan James, Dr. Cullen meminta Edward menyedot racun dari tubuh Bella.
Saat akhirnya terbangun, Bella menemukan Edward di sampingnya (Di film, yang Bella lihat saat siuman adalah ibunya, sementara Edward pura-pura tidur di sofa). Edward menyampaikan kisah sandiwara yang telah ia sampaikan pada ibu Bella. Yaitu Bella terjatuh dari tangga saat hendak ke kamar Edward (Di film, ibu Bella-lah yang mengatakan kembali penjelasan Edward tentang terjatuhnya Bella).
Usai kepergian ibunya, Bella menyampaikan kekecewaannya pada Edward yang tak membiarkannya berubah menjadi vampir. Padahal Edward telah tahu dari Alice, bahwa suatu saat toh Bella akan berubah menjadi vampir juga.
Akhir kisah, Bella memilih Edward sebagai pasangannya pada promnite. Bella yang tadinya tak tertarik ikut segala acara pesta, karena tak bisa berdansa, tiba-tiba merasa akan baik-baik saja, asalkan Edward yang menjadi pasangannya. Bella kembali berharap Edward segera mengubah dirinya menjadi vampir. Tapi, ternyata Edward hanya mencium lehernya.

Terikhtisarlah...
Sepengetahuan Saya, pada awalnya novel tak mudah diterima di kalangan pecinta buku Indonesia. Novel ini membooming setelah filmnya ramai ditayangkan di bioskop dan internet sebelum mulai muncul salinan resmi dan tidaknya (bajakan) di mana-mana.
Saya sendiri tak bisa memberi penilaian bahwa ini adalah novel romantis (meski pun filmnya kerap diputar di televisi menjelang ajang valentine). Namun, saya pun tak bisa mengkategorikan ini ke dalam novel horor (rasanya memang lebih horor novel karya Tara Zagita dan Abdullah Harahap daripada novel ini).
Sepengetahuan Saya pula, novel ini dibuat oleh Stephenie Meyer untuk para remaja Amerika dengan tujuan untuk memberi hiburan dan wawasan, bahwasanya ketika keluarga kita tak utuh atau berantakan (broken home), kita tetap dapat berbahagia dengan kehidupan kita. Tujuan baik lainnya yang saya tangkap adalah bahwa Stephenie Meyer ingin berujar bahwa seks di masa remaja bukanlah segala-galanya. (Terbukti dengan keteguhan dan sikap konservatif Edward) (eits... meski pun saya tak tahu bagaimana versi fim aslinya yang tanpa sensor dan edit).
Tentang mengapa Stephenie Meyer memilih vampir dan werewolf sebagai tokoh ‘seram’-nya di novel ini, dari pengetahuan yang Saya peroleh ini karena dua jenis ‘makhluq’ ini telah menjadi legenda atau dongeng yang dipercaya oleh warga Amerika, terutama Amerika Utara dan Serikat bagian utara. (Hmm... ini serupa legenda hantu kuyang (hantu kepala tanpa tubuh) dan hantu beranak di balik pintu yang ada di daerah Saya, Kalimantan). Kecerdasan Stephenie Meyer memadukan kisah cinta/romantis dengan legenda Amerika inilah yang menurut Saya menjadi daya tarik novel seri pertama Twilight.
-selesai-



Kamis, 05 Maret 2015

Mary of Nazareth

Sang Perawan Suci Nan Pemberani





Judul               : Mary of Nazareth
Penulis             : Marek Halter
Penerbit           : Mizania (Lini Mizan Publishing)
Tebal               : 477 halaman
Harga              : Rp 20.000 buku diskon TB Gramedia Veteran Banjarmsin (Asli Rp 40.000 sd Rp 46.400)


Termulakanlah....
Jujur, Saya tak tahu sejauh mana tren pasar buku-buku bertema keagamaan atau sejarah keagamaan, baik yang berupa prosa narasi (bertutur dengan sastrawi serupa karya roman atau novel) maupun yang berupa kisah apa adanya, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun –menurut Saya- Mary of Nazareth (MoN) bisa menjadi buku yang menarik bagi pecinta buku-buku bertema fiksi sejarah. Ini karena sebanyak 477 halaman pembaca disuguhkan pengetahuan tentang tokoh perawan suci nan masyur ini.
Meski terlihat berat karena ketebalannya, sebenarnya tak perlu waktu lama untuk menyelesaikannya. Ini tersebabkan huruf-hurufnya cukup besar sehingga mata tak gampang lelah saat membaca. Jadi, dari segi kuantitas buku ini cukup nyaman dibaca.

Tersebablah....
Dari pengantar singkat pada halaman muka, rupanya MoN sudah menoreh banyak pujian dari dalam dan luar negeri. Marek Halter sendiri ternyata telah banyak menulis buku-buku bertema sejarah agama, seperti The Messiah, The Myteries of Yerussalem, dan The Book of Abraham. Namun, jujur, buku-buku tersebut belum pernah Saya temui di pasaran negeri ini.

Tertorehlah....
Mary -atau Maria di dalam bible/injil, atau Maryam di dalam Al-Qur’an- dikenal dunia sebagai ibunda yang melahirkan Yesus (Yesua) atau Nabi Isa (Al-Masih). Mary lahir di Nazareth, sebuah kota kuno di utara Israel, di selatan pegunungan Libanon.
Dalam Al-Qur’an, Maryam adalah putri keluarga Imran (lihat Al-Qur’an Surah Ali Imran). Sebuah keluarga yang amat termashur karena keshalihan mereka dalam menjalankan agama nabi Allah sebelumnya, sehingga dicintai Allah Subhanawata’ala. Namun pada MoN, Mary merupakan putri dari Joachim dan Hannah (dalam pencarian Saya ‘ke rumah Mbah Google” Joachim dikenal juga sebagai ‘Amran’, yaitu ‘Imran’ dalam ejaan orang Libanon atau Israel. Dan Hannah dikenal juga sebagai ‘Anna’).
Mary hidup di masa kekuasaan Raja Herodes (pada sebuah film tentang Maryam yang pernah Saya tonton di televisi, sang raja juga dikenal dengan Raja Herod –tanpa akhiran ‘es’). Raja ini terkenal amat lalim dan semena-mena terhadap rakyatnya. Suatu hari, serombongan tentara bayaran raja menggeledah satu persatu rumah penduduk. Mereka sedang mencari orang-orang yang mereka anggap sebagai bandit-bandit pemberontak. Menurut mereka bandit-bandit ini ingin merampok petugas pajak dan menculik raja. Bandit-bandit ini telah berkali-kali dihukum namun berulah kembali.
Saat rumah keluarga Joachim digeledah, Mary diminta untuk bersembunyi di loteng. Tak diduga di loteng Mary berjumpa dengan seorang pemuda bernama Barabbass. Meski awalnya amat terkejut, Mary akhirnya bersimpati pada Barabbas, bahkan memberi pemuda itu makanan sekadarnya. Mary pun dengan berani menentang para tentara Herodes.
Pada saat tentara Herod mendatangi rumah Nenek Hulda, Joachim menombak salah satu tentara. Ini menyebabkan Joachim dipenjarakan. Mary pun berusaha mencari bantuan untuk membebaskan ayahnya. Mary meminta tolong pada Barabbas dan teman-temannya.
Beberapa hari kemudian, Barabbas dan teman-temannya nekad melancarkan serangan untuk menyerang penjara. Salah satu teman Barabbas adalah Abdias, si pemuda kecil yang pemberani. Abdias dengan segera meraih simpati Joachim. Bahkan mendapat ijin Joachim untuk kelak menyunting Mary sebagai istri. Karena kondisi yang tak memungkinkan, Mary dan ayahnya untuk sementara waktu tak pulang ke Nazareth. Ia tinggal dan bersembunyi di tempat sepupunya yaitu suami istri Halwa dan Yusuf di Magdala.
Joachim kemudian menggagas upaya untuk menggalang kekuatan demi menentang pemerintahan Herod. Berbagai rahib diundang. Termasuk Barabbas dan beberapa teman pemberontaknya. Sayangnya tak didapat kata sepakat diantara mereka, sehingga gagal-lah perundingan tersebut.
Untuk mengetahui kondisi di Kota Nazareth, Joachim mengandalkan Abdias dan Barabbas yang menjadi mata-mata. Sayang sekali, Abdias terluka parah saat menjadi mata-mata. Dukun setempat tak sanggup menyembuhkan. Sehingga diputuskan untuk membawa Abdias ke Kuil Beth Zabdai. Mary dan Rakib yang bertugas mengantarkan ke kuil. Takdir rupanya tak memihak mereka. Abdias meninggal diperjalanan.
Mary yang teramat sedih, mulai kehilangan akal. Ia berharap para rahib di kuil dapat menghidupkan kembali Abdias. Namun itu tak mungkin. Mary amat terguncang hingga pingsan berkali-kali. Dengan kemurahan hati Joseph de Arimatea, sang rahib di kuil tersebut, Mary akhirnya diijinkan tinggal di kuil. Mary rupanya tertarik pada ilmu pengobatan. Meski hatinya tetap sedih dan tak sehari pun ia lali mengunjungi makam Abdias, Mary tetap giat belajar ilmu pengobatan. Hingga suatu hari Mary berkesempatan menyembuhkan seorang wanita tua yang diambang kematian. Sejak itu, orang-orang ramai mengunjingi kuil, berharap orang yang dicintainya yang telah mati dapat hidup kembali melalui tangan Mary. Padahal tentu saja itu tak mungkin. Setelah sekian lama tinggal di kuil, Mary akhirnya kembali pulang pada ayahnya setelah mendengar berita kematian ibunya melalui Rekab dan Maryam (anak Halwa dan Yusuf).
Suatu hari Mary berjumpa dengan Barabbas. Pemuda itu melamarnya. Namun Mary menolak. Setelah Halwa meninggal, Joachim mencoba menjodohkan Mary dengan Yusuf, namun ini pun ditolak oleh Mary. Hingga hari-hari selanjutnya, tiba-tiba Mary menyampaikan kehamilannya yang membuat seluruh keluarga gempar. Hanya Maryam yang yakin bahwa anak di perut Mary itu pastilah Messiah.
Karena malu pada gunjingan orang-orang, Mary, Yusuf dan Ruth –wanita yang menjadi teman Mary saat di kuil, pindah ke Bethlehem. Saat ada pendataan oleh petugas setempat, Mary memberi nama anak dalam perutnya sebagai Yesus atau Yesua atau Iesus yang bermakna ‘sang penyelamat’.

Terikhtisarlah....
Sejauh ini, Saya memang belum banyak membaca sastra sejarah umat kristiani. Salah satu buku yang pernah Saya baca dengan nilai sejarah kristen yang ‘cukup banyak’ adalah Foucault’s Pendulum (FP) karya Umberto Eco. Namun buku ini bukanlah buku sejarah. Ia hanya menggunakan beberapa kisah perang salib hingga persaudaraan freemansonry sebagai bahasan untuk merunutkan teka-teki. Namun dari FP-lah Saya mengetahui, bahwa ada banyak golongan dari umat kristiani yang sebenarnya tak percaya bahwa Yesus/Mesiah/Nabi Isa mati di tiang salib. Mungkin saja Marek Halter adalah salah satu dari golongan ini.
Setidaknya, meski ada hal-hal yang membingungkan bagi Saya, contohnya seperti nama Isa-Yesus-Yesua yang belum Saya pahami bagaimana susunan perubahan ejaannya (tak semudah Imran-Amran-Joachim), buku ini cukup memberikan banyak pengetahuan tentang Mary atau Maryam dan keluarganya. Terutama tentang kegigihan, keberanian, ketabahan, kemurnian cinta, mukjizat penyembuhan dan kesabaran seorang perempuan suci yang kisahnya diuraikan dalam dua surah Al-Qur’an.
-selesai-