Jumat, 05 Agustus 2016

Review Kumpulan Cerita Pendek “Pelajaran Pertama Bagi Calon Politisi”

Guru Politik yang Bukan Politikus


Sutarjo mencalonkan diri sebaga kepala desa atau lurah di kampungnya. Sayangnya, sejarah kelam bapak kandung Sutarjo yang pernah disinyalir terlibat G30S-PKI menghambat rencanya tersebut. ‘Penasihat spiritual’nya yang merupakan anggota legislatif menyarankan agar Sutarjo melakukan beberapa hal dengan maksud ‘pencitraan diri’ di mata masyarakat.
Pesaingnya pun tak  mau kalah. Sebagai orang dari kalangan ‘senapan’ (baca : militer) pesaingnya menggunakan taktik ‘politik kotor’ dengan mengandalkan uang, panggung hiburan joget, tawuran antar warga, hingga upaya memberantas preman. Alhasil Sutarjo kalah suara pada saaat pemilu. Oleh ‘penasihat spiritual’-nya ia diingatkan bahwa ia sudah melakukan hal yang benar dan jujur. Ini pelajaran yang kedua untuk Sutarjo agar tak mudah kecewa dan berputus asa.
Namun, kesedihan tak mudah dilupakan. ‘Penasihat spiritual’-nya pun memberi saran untuk membuat acara kenduri atau selamatan. Sayangnya tak banyak yang menghadiri acara tersebut. Karena warga dan muspida lebih senang menghadiri acara serupa yang diselenggarakan oleh pesaingnya yang telah memenangkan pemilihan kepala desa.
Maka kembali ‘penasihat spiritual’nya memberikan pelajaran, bahwa dalam berpolitik itu janganlah terlalu serius.




Judul : Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi
Penulis : Kuntowijoyo
Jenis buku : Kumpulan cerita Pendek
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tahun Terbit : 2013
Harga : Rp 10.000 (buku obral gramedia)
ISBN : 978-979-709-742-4


Sebelum masa reformasi, Kuntowijoyo lebih dikenal dengan jenis tulisan yang bernapaskan islami. Dari mulai novel, artikel hingga esai. Karya Kuntowijoyo yang pernah saya baca sebelum ini adalah “Impian Amerika” dan “Makrifat Daun, Daun Makrifat”.
Bagi saya yang pernah membaca “Impian Amerika” (selanjutnya disingkat IA), membaca beberapa kisah dalam kumpulan cerita pendek “Pelajaran Pertama Bagi Politisi” (selanjutnya disingkan PPBP) ini bagaikan nostalgia dan kembali menikmati novel IA yang lebih berupa fragmen-fragmen peristiwa. Ini karena ada beberapa cerita pendek yang mmenggunakan setting di Amerika Serikat, yaitu “Abe Smitt” dan “Ramon Fernandez”.
Dalam kumpulan cerita pendek PPBP ini, Kuntowijoyo menyuguhkan beragam pesan dan –seperti judulnya- pelajaran. Dari soal sosial bertetangga (dan bernegara) dalam cerita pendek “Gigi”, “Jl. Kembang Setaman, Jl...” dan “Rt 03 Rw 22 Jalan Belimbing... “, soal sosial dan keprihatinan terhadap kemiskinan, seperti dalam “Ramon Fernandez”, “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan”  politik dalam “Tawanan”, “Pistol Perdamaian” hingga soal makna kebahagiaan seperti dalam “Sampan Asmara”.
Semua cerita pendek dalam kumpulan cerita pendek ini telah dimuat pada harian Kompas. Dan menurut Bakdi Soemanto dalam pengantarnya yang terdapat pada kumpulan cerita pendek ini, karya Kuntowijoyo kali ini memberi makna mendalam dibandingkan karya cerita pendek masa kini yang banyak dimuat di koran-koran, termasuk di koran kompas sendiri. Saya pribadi sepakat dengan pendapat ini. Bagi saya karya-karya Kuntowijoyo selalu membuka dan menggugah cara berpikir baru, selalu memberi pencerahan tanpa banyak menggurui. Dan berbeda dengan karya-karya sebelumnya, di mana Kuntowijoyo sselalu menjelma bak 'kyai', 'ustadz' atau mubalig dalam karyanya, kali ini, pada kumpulan cerita pendek PPBD ini, Kuntowijoyo telah menjadi guru politik yang memberika pelajaran pertama bagi politisi meski Kuntowijoyo sendiri bukanlah seorang politikus.
Sayangnya, ada beberapa kosakata bahasa jawa dan inggris yang tak disertakan terjemahan dan penjelasannya. Saya pikir ini akan menjadi kesulitan bagi pembaca yang tak banyak mengerti bahasa jawa, seperti saya ini.

Kumpulan Cerpen ini saya beri bintang tiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar